Akan kau lihat sendiri langit jingga yang terpantul pada riak air sungai-sungai sepanjnag gang berliku di venesia. Gondola dengan pengemudi yang menyanyikan lagu menjadi pengantar dalam menyusuri kota air. Juga akan singgah di jembatan Rialto, juga berhenti di piazza San Marco, menabur jagung untuk merpati liar yang berterbangan.
Atau senja di pantai Cote d’azzur di Nice,
Prancis.
Pantai yang landai itu pasti akan
memperlihatkan dengan jelas langit jingga yang luas tak berbatas. Pantai itu
begitu bersih, tak akan terhalang oleh apapun tatap matamu kala menikmati
semburat jingga langitnya.
Atau kau mau menyimpan batas senja di reruntuhan
Maccuphicu? Bias langit disana memancarkan sesuatu yang magis, seakan
menerawangkan kita pada sebuah masa silam, menelusuri lorong-lorong bertoreh
sejarah panjang sebuah peradaban.
Atau semilir senja di Durbar Square Tibet?
Akan terasakan betapa tipisnya udara tibet,
hingga mungkin akan menyesakkan napas. Tapi akan kupastikan membawa tabung
oksigen, sehingga bisa leluasa menikmati gerak gemulai bendera-bendera do’a
yang melambai pada segala tiang pancang. Bendera aneka warna itu membawa do’a
pada setiap helainya. Bila mau, kalian bisa menalikan do’a-do’a pada helai
bendera itu. Apakah kiranya yang kalian bawa dalam do’amu? Adakah aku ada dalam
salah satu do’amu?
Begitu banyak senja berlangit jingga yang
bisa diberikan untuk kalian. Senja manakah yang menjadi pilihan?
0 comments:
Post a Comment